Cherreads

Chapter 14 - Bab 13 – Hari Dewa Berdarah

Fajar menyingsing tanpa suara. Tidak ada kicau burung. Tidak ada angin. Langit kelabu menggantung seperti pertanda murka dewa yang tertunda.

Di atas bukit batu hitam yang menghadap ke Lembah Aklir, Kaelen berdiri di atas pelana kudanya, mengamati ribuan pasukan yang berkumpul di bawah. Bendera-bendera dengan lambang Serigala Merah berkibar, beradu pandang dengan panji emas-kuil yang mulai menyesaki sisi seberang lembah.

Tak ada lagi siasat.

Tak ada lagi pengkhianatan tersembunyi.

Kini, hanya ada satu hal yang tersisa: perang terakhir.

---

Sisi Kaelen: Barisan Tak Bergeming

Pasukan Kaelen terbagi tiga:

Divisi Berkuda Timur, dipimpin Kapten Elric

Divisi Pemanah Selatan, tersisa separuh jumlah setelah serangan Sentinela

Divisi Depan, tempat Kaelen sendiri berdiri bersama Seraphine, dan beberapa penjaga terbaik yang bersumpah melindunginya dengan nyawa

Erven mendekat dengan kuda putihnya. "Mereka akan mengirim Pendeta Besi di gelombang pertama. Mereka tahu kita paling lemah di bagian kiri."

Kaelen menarik napas. Matanya merah. Ia tidak tidur sejak kejadian Seraphine hampir direnggut.

> "Biarkan mereka datang. Hari ini, kita kubur mereka bersama dewa-dewa palsu mereka."

---

Sisi Kuil: Kekuatan Dosa Lama

Dari gerbang batu kuno Kuil Meridra, muncul barisan Pendeta Peperangan, mengenakan zirah hitam berselimut mantra darah. Di belakang mereka, berdiri para Penyanyi Langit—ahli sihir suara yang mampu meretakkan tulang hanya dengan nyanyian.

Dan paling depan… Thoren.

Berjubah perang kuil, wajahnya tertutup topeng perak.

Ia tidak mengatakan apa pun. Tapi tangannya menggenggam tombak Vir'Kaan, senjata yang dulunya ia gunakan untuk membela Kaelen. Sekarang… ia berdiri berseberangan.

> "Maafkan aku, Kaelen… Tapi jika aku membiarkanmu terus berjalan… kau akan hilang dalam kegelapan itu."

---

Pertempuran Dimulai

Teriakan perang pecah saat dua kekuatan itu saling menerjang.

Langit terbakar oleh panah api.

Tanah berguncang oleh sihir kuil yang menghantam tanah dan membuat kawah-kawah berlubang.

Kaelen memimpin langsung Divisi Depan. Seraphine, yang tubuhnya mulai kehilangan kendali atas segel, berdiri di pusat perisai perlindungan, disalurkan oleh empat penyihir tua.

Pasukan kuil menghujam ke sisi kiri, dan benar saja—Pendeta Besi menyerang garis terlemah Kaelen.

Tapi Kaelen sudah siap.

> "Elric! Sekarang!"

Divisi Berkuda Timur menerobos dari celah barat, menyapu mundur para Pendeta. Dalam hitungan menit, lembah menjadi medan pembantaian. Darah bercampur tanah, dan bau besi mengisi udara.

---

Mata Bertemu

Di tengah-tengah kabut pertempuran, mata Kaelen dan Thoren bertemu.

Kaelen mengangkat pedangnya. Ferrithra bergetar dalam genggamannya.

Thoren tak berkata apa-apa. Tapi ia membuka helmnya perlahan, memperlihatkan wajah yang tak berubah… kecuali mata yang penuh luka batin.

> "Kau berdiri di sisi mereka…" gumam Kaelen. "Setelah semua yang kita bangun bersama."

Thoren menunduk, lalu berbalik dan menghilang ke arah barat, menuju reruntuhan kuil tua. Sebuah tantangan diam yang Kaelen tak bisa tolak.

> "Jangan ikuti dia," kata Erven.

Kaelen menatap sahabat lamanya menjauh.

> "Dia sudah mati sejak hari ia memilih jubah kuil."

Dan Kaelen mengejar.

---

Bab 13 selesai.

Pertempuran besar akhirnya pecah. Darah ditumpahkan oleh ribuan, tapi di tengah badai perang, pertarungan yang paling menentukan bukan soal jumlah pasukan—melainkan dua sahabat yang kini menjadi musuh paling tragis.

More Chapters