Cherreads

Chapter 3 - Bab 3: Rahasia di Lantai Tiga dan Gadis Bergaun Hitam

Hari-hariku mulai terasa lebih ringan di mansion Lady Valtina. Aku sudah hafal urutan membersihkan kaca jendela, tahu jadwal makan para penghuni, bahkan mulai mengenal nama-nama kucing yang suka diam di bawah pohon plum di taman belakang.

Tapi ada satu hal yang terus mengusik rasa penasaranku—kamar di ujung lantai tiga.

Setiap kali aku lewat koridor panjang itu untuk membersihkan lukisan atau mengganti bunga, hawa di sekitar situ berubah. Udara terasa lebih dingin, lebih… sunyi. Bahkan dindingnya terasa berbeda.

"Jangan terlalu dekat, Liana," kata Sir Kael suatu kali dengan nada datar tapi tajam saat melihatku memandangi gagang pintu kamar itu. "Itu bukan urusanmu."

Aku hanya bisa mengangguk patuh, meski rasa ingin tahuku makin besar.

---

Pada malam ketiga, aku terbangun oleh suara… musik piano.

Lembut, tapi sendu. Lagu yang entah kenapa terasa sangat familiar—seolah pernah didengar di masa kecil.

Aku bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamarku pelan. Koridor gelap, hanya diterangi cahaya bulan dari jendela besar. Suara pianonya datang dari… lantai tiga.

Telinga kucingku berkedut. Langkahku ringan saat aku menapaki anak tangga menuju atas.

Saat aku sampai di depan kamar paling ujung itu, pintunya sedikit terbuka. Celah kecil… tapi cukup untuk melihat bayangan gaun hitam di dalam.

Seorang gadis berdiri di dekat piano tua. Rambut panjangnya menjuntai, hampir menyentuh lantai. Jari-jarinya bergerak lincah di atas tuts, namun ekspresinya... kosong.

Aku menahan napas.

Tiba-tiba, gadis itu berhenti bermain dan menoleh langsung ke arahku.

Mata kami bertemu.

"Apa kau… juga mendengarnya?" katanya lirih.

Sebelum aku bisa menjawab, pintu tertutup sendiri—dengan bunyi keras—membuatku tersentak dan mundur dua langkah. Ketika aku mencoba membukanya kembali... pintunya terkunci.

---

Esok paginya, aku menceritakan kejadian itu pada Mira saat sedang menyapu taman.

"Gadis bergaun hitam?" Wajahnya berubah sedikit pucat. "Liana… kamu melihatnya?"

Aku mengangguk pelan. "Dia memainkan piano. Tapi… ekspresinya kosong."

Mira menggigit bibirnya. "Itu… mungkin Lady Alevia. Putri kandung Lady Valtina."

Aku membelalak. "Tapi… bukannya beliau bilang hanya punya satu anak angkat?"

"Ya. Alevia… sudah lama dianggap meninggal dalam kecelakaan. Tapi beberapa orang bilang… jiwanya belum pernah benar-benar pergi dari rumah ini."

---

Malamnya, aku duduk di ranjang, merenung sambil memeluk bantal.

Apa benar yang kulihat itu hantu? Atau… ada yang lebih dari sekadar kisah menyeramkan?

Dan… kenapa musik piano itu terasa begitu familiar?

Aku mulai sadar—rumah besar ini menyimpan banyak rahasia.

Dan mungkin… aku, Liana Nekomori, si gadis setengah kucing dari hutan, punya peran yang lebih besar dari sekadar maid biasa.

---

Sudah seminggu aku tinggal di rumah besar milik Lady Valtina. Rutinitasku mulai terasa biasa: bangun pagi, mengepel lorong panjang, mengelap perabot antik, dan terkadang menyajikan teh kepada tamu-tamu misterius yang hanya berbicara dengan Lady di ruang tengah.

Tapi ada satu hal yang tak biasa—lorong barat.

Lorong itu selalu terkunci. Bahkan saat aku ditugaskan membersihkan seluruh lantai barat, pintu besar berwarna gelap di ujung lorong tetap tertutup rapat, seperti menolak siapa pun yang mencoba mendekat. Kuncinya pun berbeda—bukan kunci biasa, melainkan semacam simbol sihir terpahat di gagangnya.

"Lorong barat tidak perlu dibersihkan," kata Lyle singkat saat kutanya.

"Tapi bukannya itu juga bagian dari rumah?"

"Percayalah," katanya sambil mengelap piring, "lebih baik jangan terlalu penasaran."

Penasaran? Tentu saja aku justru makin penasaran!

---

Malam itu, saat aku sedang mengganti seprai di kamar tamu lantai dua, telingaku—yang tajam seperti biasanya—menangkap sesuatu.

"Tolong... tolong..."

Aku langsung berhenti.

Suara itu… kecil, nyaris seperti bisikan… dan sepertinya berasal dari arah lorong barat.

Aku turun dengan langkah pelan, menyusuri lorong yang senyap. Lampu gantung bergoyang perlahan ditiup angin dari jendela yang lupa ditutup, menciptakan bayangan panjang di lantai kayu.

Aku mendekati pintu besar itu lagi.

"Tolong aku..."

Telingaku berdiri tegak. Itu nyata! Suara itu nyata! Tapi bagaimana mungkin ada seseorang di balik tembok?

Tanganku terangkat sendiri, nyaris menyentuh gagang pintu...

"Liana."

Suara dingin itu memecah ketegangan seperti pedang menusuk udara.

Lady Valtina berdiri di ujung lorong, menatapku dengan pandangan tajam seperti biasa, tapi ada sesuatu yang berbeda. Kali ini… ada sedikit rasa khawatir?

"Maaf, aku hanya… aku mendengar suara…"

"Lorong itu bukan untukmu. Bahkan aku pun jarang membukanya."

"Tapi—"

"Ini rumahku, Liana," katanya pelan. "Dan kau bagian darinya sekarang. Tapi beberapa rahasia di tempat ini… tidak bisa dibuka sembarangan."

Aku menunduk, jantungku masih berdebar cepat. Tapi yang paling membuatku bingung… kenapa tatapan Lady saat itu terlihat sedih?

---

Malam itu, aku kembali ke kamarku. Aku tak bisa tidur.

Siapa yang bersuara di balik lorong itu?

Dan… kenapa suara itu terasa sangat familiar?

Aku memandangi langit malam dari jendela. Kota Luthienne tenang. Tapi aku tahu… rumah ini menyimpan banyak cerita. Dan entah kenapa, aku merasa suatu hari nanti, aku akan jadi bagian penting dari cerita itu.

More Chapters