Storm terdiam seribu bahasa menatap dengan mata tidak percaya, didepannya Elicia terbaring dengan kaku.
Dia tidak pernah menduga ini semua bisa terjadi dalam begitu singkatnya. Gadis yang dikenalnya saat pertama kali kekota ini diam tidak bergerak seolah tanaman yang sudah mati.
"Tidak mungkin? Elicia?"
Storm tertunduk dengan wajah panik dan khawatir karena Elicia sama sekali tidak bergerak.
Diruangan itu ada beberapa orang juga yang melihat pemandangan menyedihkan tersebut. Pak tua Jenskin menyempatkan dirinya menjenguk koki terbaiknya itu.
Dokter yang sebelumnya menghubungi Storm, juga seorang suster melayani pasien dengan baik juga berdiri dipojok ruangan.
"Bersabarlah nak, biarkan istrimu pergi dengan tenang!"
Dokter itu menepuk pundah pemuda yang berduka itu dengan rasa iba.
Dia menyatakan bahwa Elicia koma seumur hidup alias tidak akan pernah hidup kembali. Tubuhnya sudah terlalu parah terkena racun mematikan dari monster kuno.
Monster yang melebihi kekuatan monster biasa, tak heran racun yang diterimanya mampu melumpuhkannya seumur hidup.
"Shadow Asura!"
"Whussh!
Dokter yang bernama Edward Jhassryn itu yang merasa iba pada pemuda ini seketika membulatkan matanya dengan melotot memegangi lehernya.
Suster yang ada disebelahnya sangat panik melihat dokter Edward kejang kejang dengan anehnya. Begitupun pak tua Jenskin dia tak kalah kagetnya saat merasa sedih atas berduka, dia melihat hal serupa.
"Anda baik baik saja kan dokter Edward?"
Suster itu hanya bisa membantu memagangi tangan dokter Edward yang seperti mencekik dirinya sendiri.
Dari sudut pandang dokter Edward, dia ketakutan bukan kepalang karena dari balik tubuh pemuda itu ada sesosok mengerikan menatap tajam kearahnya.
Sosok itu mempunyai rupa mengerikan dengan wajah bertaring ganas. Tangannya ada enam, masing masing menggenggam pedang merah darah siap menebasnya kapan saja.
Tak cuma itu saja, aura yang dirasakan oleh dokter Edward seperti berada didalam neraka.
Rasa sakit yang teramat sangat bagaikan ribuan pedang menancapi bagian tubuhnya.
"Arrrgh!"
Dokter Edward membuka matanya dengan nafas memburu.
"Anda kenapa dokter Edward?"
Sepertinya anda berhalusinasi?
Suster yang ada disampingnya menatap bingung dokter Edward.
Dia tampak seperti ketakutan dengan wajahnya penuh dengan keringat. Seperti baru saja terbangun dari mimpi buruknya sendiri.
"Apa?"
Dokter Edward sangat terkejut karena apa yang dilihatnya normal normal saja.
Tidak ada bayangan sosok mengerikan yang menatapnya dengan tajam. Dokter Edward tidak menyangka yang dirasakannya tadi seperti nyata namun itu cuma halusinasinya saja.
Pak tua Jenskin menghibur pelayan yang sering tidak masuk kerja itu.
Meski geram mempunyai karyawan aneh seperti Rem ini. Pak tua Jenskin bisa memakluminya pasti berat untuknya menerima kepergian Elicia, si koki ulung dan terampil itu.
"Tenanglah nak, Elicia sudah menjadi bagian dari keluarga kerja kita...
"Tidak baik menangisi kepergiannya!"
Storm tak menghiraukan perkataan pak tua Jenskin.
Saat ini yang ada dibenaknya rasa bersalah yang teramat menyesal. Seharusnya dia melindungi Eicia dari serangan para monster bukan pergi ketempat lain menghentikan lima Alpha Serraws.
Rasa bersalah kini kembali menghantuinya lagi.
Ternyata benar dari ramalan The Trigger ramalan dari badut Jester waktu itu. Bahwa siapapun yang dekat dengannya akan pergi seolah dialah pembawa sial bagi orang terdekatnya sendiri.
"Bajingan!"
Teriak Storm sambil mengepalkan tangannya dengan wajah gusar tertutupi oleh rambutnya.
Lagi lagi takdir mempermainkannya dimana siapa yang ada didekatnya akan lenyap lalu pergi selamanya.
Seolah jalan takdir yang diterimanya tidak pernah merestui dirinya merasakan arti bahagia meski sebentar saja.
"ARRH!"
Storm meremas kepalanya dengan pusing juga bercampur marah.
Marah karena Elicia pergi dengan bekas racun mematikan dari monster kuno, menyesal karena tidak sempat menolongnya walaupun dia tidak terlalu mengenalnya.
Storm menatap kosong kearah dengan dengan tatapan hampa.
Dunianya benar benar hancur, dia berharap untuk cepat 2 meninggalkan bumi ini. Pergi menyusuri alam semesta yang luas tanpa harus melihat orang lain harus pergi karenanya.
"Errrgh!
Storm menggertakan giginya menggenggam erat tangan Elicia yang kaku itu.
Alasan paling logis yang dipikirkan oleh Storm ialah bahwa Elicia menaruh perasaan terhadapnya. Dan hal itulah memicu jalan takdirnya berbelok arah, seolah siapa saja yang dekat dengannya maka kematianlah menghampirinya.
Ini sangat membuatnya benar benar marah pada yang namanya takdir, dia adalah musuh utama baginya dan harus dia bunuh apapun itu.