Langit pagi mendung. Kabut tebal menyelimuti pegunungan utara saat pasukan Kaelen mundur dari medan perang, membawa tubuh Thoren yang dibungkus jubah hitam—jubah kehormatan para ksatria utama Elvarion.
Namun di balik kesunyian yang menyelimuti kamp, guncangan batin Kaelen belum reda. Ia belum bicara sejak semalam. Bahkan kepada Seraphine yang mendampinginya sepanjang malam di tenda utama.
---
Sebuah Gulungan yang Tertinggal
Saat matahari muncul malu-malu dari balik kabut, Erven masuk ke tenda membawa sesuatu.
> "Kami menemukan ini… di dalam pelindung dada Thoren. Seperti… disembunyikan khusus untukmu."
Kaelen menatap gulungan kecil dari kulit kayu tua itu. Di atasnya, hanya satu kata tertulis:
"Untuk Kaelen."
Dengan tangan gemetar, Kaelen membukanya.
---
Surat Terakhir Thoren
> "Saudaraku…"
Jika kau membaca ini, berarti aku telah gagal menyelesaikan jalan ini bersamamu.
Tapi bukan berarti aku tak ingin kau tahu kebenaran.
Aku pergi ke kuil bukan untuk mengkhianati kita.
Aku masuk ke dalam api agar kau tak dibakar olehnya.
Aku tahu kekuatan yang tersegel di tubuh Seraphine. Aku tahu Relik sudah mulai menyatu denganmu melalui ikatan sihir saat kalian bertarung bersama.
Dan aku tahu, jika terus berlangsung… kau akan menjadi pembawa kehancuran—bukan karena kau jahat, tapi karena kau akan kehilangan jiwamu.
Kuil ingin memanfaatkanmu. Mereka tahu darahmu cocok untuk menjadi wadah penuh bagi kekuatan kuno. Tapi aku mencuri informasi itu.
Kau harus tahu… aku tak bisa menghentikanmu, tapi aku bisa menunda waktu yang mereka miliki.
Kematian Seraphine, atau penyatuannya penuh dengan Relik… akan jadi titik akhir dunia.
Jagalah dia, Kaelen. Jangan jadikan kematianku sia-sia.
Jika kau mencintaiku sebagai saudara… teruskan perjuangan kita. Tapi… bukan untuk membalas dendam.
Tapi untuk menyelamatkan yang tersisa dari dirimu.
–Thoren
---
Hening yang Memekakkan
Kaelen menutup gulungan itu, memejamkan mata.
Tangannya mengepal.
> "Jadi… dia tahu semuanya. Bahkan sebelum aku tahu apa yang terjadi dengan tubuhku… dengan Seraphine…"
Erven menunduk. "Dia memata-matai Kuil. Memberikan informasi ke pasukan kita melalui kapten Rahm. Itulah kenapa kita selalu tahu titik serangan mereka sebelum terjadi."
Seraphine masuk perlahan ke tenda, wajahnya pucat.
> "Kaelen… semua ini bukan salahmu…"
Kaelen berdiri, menatap mata Seraphine tajam—bukan karena marah, tapi karena takut.
> "Kalau yang Thoren katakan benar… maka aku—bukan hanya ancaman bagi Kuil. Tapi bagi dunia."
---
Sebuah Janji di Atas Abu
Di pemakaman kecil belakang kamp, Kaelen berdiri sendirian di depan batu sederhana bertuliskan nama Thoren.
Ia berlutut, meletakkan pedangnya, lalu bersumpah:
> "Demi darah yang kita bagi… demi semua luka yang kau simpan sendirian…
Aku akan melawan Kuil. Tapi bukan karena dendam.
Tapi karena aku akan menjaga dunia ini… dari diriku sendiri."
Langit mulai mendung. Tapi Kaelen bangkit. Wajahnya keras, matanya dalam.
Ia telah kehilangan sahabatnya.
Tapi ia mewarisi tekadnya.
---
Bab 16 selesai.