Tiga hari setelah kemenangan di Benteng Arksan, pasukan Kaelen bergerak ke arah Lembah Dalam—jalur terakhir menuju Kuil Meridra. Mereka berkemah di celah sempit di antara dua tebing tinggi, tempat yang sangat strategis... atau sangat mematikan.
Kaelen sibuk menata formasi dan logistik. Raut wajahnya keras. Ia tidak tidur sejak pengepungan.
Sementara itu, Letnan Darvek, salah satu pemimpin pasukan berkuda dari Timur, menunjukkan keganjilan. Ia terlambat melapor, menyembunyikan informasi soal pergerakan musuh, dan beberapa anak buahnya ketahuan membawa senjata bercap kuil.
Kapten Erven, yang kini bertugas sebagai pengawas logistik karena kehilangan lengan kirinya, mulai curiga.
"Darvek menyembunyikan sesuatu," lapor Erven ke Kaelen. "Dan lebih buruk lagi... dia tidak sendiri."
Kaelen mengepalkan tangan. "Kalau benar dia pengkhianat, aku akan penggal kepalanya sendiri."
---
Sisi Lain: Dalam Bayangan Kuil
Di balik benteng kuil, Thoren berdiri di ruangan bawah tanah yang dipenuhi peta, catatan pergerakan, dan kode rahasia. Ia dikelilingi oleh para pengintai dari Kuil—namun salah satu dari mereka, seorang kapten wanita bermata satu bernama Velna, diam-diam mendekatinya.
"Thoren," bisik Velna. "Salah satu sekutu Kaelen adalah mata-mata kita. Letnan Darvek. Tapi dia tidak bisa dikendalikan. Dia haus darah."
Thoren menunduk. Napasnya berat.
> "Kalau Darvek bergerak sekarang… Kaelen akan mati sebelum waktunya. Dia belum cukup kuat untuk melawan segel dalam Seraphine."
Thoren berjalan ke pojok ruangan, menulis cepat di sebuah kertas kecil, lalu menyelipkannya ke dalam kantong lencana kuil milik Velna.
> "Kirim ini ke barisan depan. Pastikan Kapten Elric di pihak Kaelen yang menerimanya. Dan bilang padanya—ini dari musuh yang tidak ingin Kaelen hancur."
---
Kembali ke Perkemahan
Malam tiba. Kaelen dipanggil ke luar tenda.
"Kapten Elric ingin bertemu. Dia membawa... sesuatu."
Kaelen berjalan ke tempat pertemuan, hanya untuk disodori lencana kuil dan sepotong kertas kecil dengan tulisan samar:
> "Darvek akan membakar lembah. Gerakannya bukan dari kuil. Dia haus kekuasaan. Kau akan terbunuh jika tetap percaya padanya. Aku tidak bisa menyelamatkanmu terang-terangan. –T"
Kaelen membaca huruf terakhir: T. Ia mengertakkan gigi.
"Thoren…"
Erven yang berdiri di sampingnya menggertak, "Kita tidak bisa percaya pengkhianat."
Kaelen menyimpan catatan itu. "Kita tidak percaya. Tapi kita juga tidak bisa abaikan."
---
Pengkhianatan Terungkap
Keesokan harinya, Darvek memimpin pasukan ke jalur sempit yang katanya "aman". Tapi Kaelen dan Erven sudah siap. Mereka mengatur pasukan tiruan, dan ketika Darvek mencoba menjebak mereka dengan pasukan bayangan dari atas tebing—
Ledakan.
Kaelen memimpin sendiri pasukan untuk membalik jebakan itu. Dalam pertempuran singkat, Darvek tertangkap hidup-hidup.
Kaelen mendekatinya dengan pedang berlumur darah.
> "Kenapa? Kau bukan orang kuil."
Darvek tertawa—darah keluar dari mulutnya. "Kau terlalu sibuk memburu dewa, Kaelen. Dunia ini hancur karena obsesimu. Aku hanya ingin mengambil alih sebelum kau berubah jadi monster."
Kaelen tidak menjawab. Ia hanya menebas leher Darvek tanpa ragu.
---
Bab 11 selesai.