Tiga hari perjalanan dari perkemahan utama, pasukan Kaelen tiba di dataran tinggi Meridra.
Dari balik kabut lembah, berdiri benteng luar Kuil Meridra—Benteng Arksan, gerbang pertama sebelum kuil inti. Dindingnya hitam berkilau seperti batu obsidian, ditanam dengan sihir perlindungan yang hanya bisa ditembus oleh senjata besi sihir—dan darah.
> "Kita akan membakar gerbang pertama ini. Dan setelah itu, dunia akan tahu bahwa dewa-dewa yang mereka sembah tidak bisa melindungi mereka dari kebenaran," ucap Kaelen dari atas kudanya, suaranya cukup keras untuk menjangkau tiga ribu prajuritnya.
Malam itu, langit berwarna ungu gelap. Api unggun menyala di seluruh barisan pasukan. Kaelen berdiri di tengah, memasang helm baja hitam miliknya, dan menyerahkan panji perang ke salah satu kapten:
Panji Merah Berdarah, lambang pengkhianatan dan kehendak bebas.
---
Fajar Pertumpahan Darah
Saat matahari pertama muncul, pasukan Kaelen sudah berbaris.
Benteng Arksan membalas dengan panah api dan makhluk-makhluk penjaga yang diciptakan dari mantra purba. Tapi pasukan Kaelen tidak mundur.
Serangan pertama dipimpin oleh Letnan Erven, dengan pasukan pemanah dan pelontar batu api. Dinding Arksan terbakar, tapi tetap berdiri.
> "Tembus! Hancurkan gerbang utama!" teriak Kaelen dari atas kuda perang hitamnya.
Pasukan Golem Kuil mulai keluar—makhluk setinggi tiga meter, terbuat dari tulang dan baja, dikendalikan oleh mantra darah dari dalam kuil. Tubuh mereka kebal terhadap senjata biasa.
Kaelen sendiri yang menebas Golem pertama. Dengan pedang sihirnya—Ferrithra, Sang Pemutus Segel—ia membelah dada makhluk itu dan membuat ledakan sihir yang mengguncang tanah.
Pasukan mulai menyerbu.
Panah-panah melesat, sihir bertabrakan di udara, dan tanah berubah merah oleh darah.
---
Tembok Runtuh
Setelah enam jam pertempuran terus-menerus, pasukan Kaelen berhasil menghancurkan satu sisi dinding dengan meriam sihir dari Wilayah Barat—senjata yang didapatkan dari pakta gelap dengan bangsa pengasing.
Erven kehilangan satu lengan. Seperempat pasukan gugur. Tapi gerbang Arksan jatuh.
Kaelen menaiki reruntuhan dinding, berdiri tinggi dengan pedang terhunus.
> "Ini baru permulaan," gumamnya, melihat ke arah kuil sejati di kejauhan, puncaknya mencakar langit seperti tanduk iblis.
---
Bayangan dari Dalam
Malam itu, di sisi lain lembah, Thoren mengamati dari balik jubah gelap.
Ia berdiri bersama pasukan kuil, kini mengenakan lambang Pendeta Emas.
Di sampingnya, Veyran tersenyum tipis.
> "Lihat, Thoren. Saudaramu mulai menghancurkan dunia."
Thoren tidak menjawab. Matanya gelap, tapi bibirnya bergetar.
> "Kael… kau harus membenciku lebih dalam lagi. Kalau tidak, kau akan terjatuh sebelum waktunya."
---
Bab 10 selesai.