Cherreads

Chapter 15 - Bab 14 – Saat Darah dan Air Mata Menyatu

Langit memerah.

Bukan karena senja… tapi karena asap dan darah yang membumbung dari Lembah Aklir. Di sisi barat reruntuhan kuil tua, dua sosok berdiri berhadapan. Semua suara perang seolah lenyap. Hanya mereka berdua. Kaelen dan Thoren.

Tak ada lagi pasukan.

Tak ada lagi strategi.

Hanya dua jiwa yang hancur oleh nasib… siap menyelesaikan takdir dengan pedang dan luka.

---

Saudara yang Terpecah

Kaelen menurunkan helmnya, memperlihatkan wajahnya yang penuh luka dan debu perang.

> "Aku bertanya satu kali, Thoren… Kenapa?"

Thoren menghela napas. Ia membuka penutup wajahnya. Wajahnya tenang, tapi matanya berkaca.

> "Karena aku tidak ingin melihatmu menjadi monster…"

Kaelen mencibir. "Kau menyebutku monster, tapi berdiri bersama para pembunuh dewa? Dengan kuil yang memperdagangkan manusia sebagai bahan sihir?"

> "Aku berdiri di sisi yang memungkinkanmu tetap hidup, Kaelen!" bentak Thoren. "Aku berkhianat… untuk menyelamatkanmu."

Kaelen tak berkata lagi. Ia menghunus Ferrithra, dan aura biru perak menyelimuti tubuhnya.

> "Kau sudah terlalu jauh."

Thoren menarik tombaknya Vir'Kaan—dan tanah di bawahnya bergetar. Siap atau tidak… duel pun dimulai.

---

Duel Para Legenda

Benturan pertama terjadi begitu dahsyat hingga tanah retak.

Kaelen menebas dari atas, Thoren memutar tombaknya dan memukul keras, memaksa Kaelen mundur tiga langkah. Namun Kaelen bangkit, dan serangan demi serangan dilancarkan seperti badai.

Mereka bertarung di antara puing-puing kuil, melompat di antara tiang-tiang patah dan pilar yang terbakar sihir.

Setiap tebasan Kaelen seperti kilat—cepat dan mematikan.

Tapi Thoren lebih taktis. Ia menunggu celah, bertahan, mengorbankan luka ringan demi luka dalam yang bisa menaklukkan lawan.

> "Kau masih mengayunkan pedang seperti saat kita muda!" seru Thoren, meski darah mengalir dari dahinya.

> "Dan kau masih terlalu sering bicara!" balas Kaelen, menebas bagian pinggang lawannya.

---

Brutal, Tanpa Ampun

Setelah belasan menit yang terasa seperti seumur hidup, Kaelen berhasil menebas bahu Thoren—darah muncrat, dan tombak Thoren terlempar.

Kaelen berdiri di atas tubuh Thoren yang berlutut, napasnya berat, wajahnya basah oleh keringat dan air mata.

> "Katakan sesuatu! Katakan bahwa kau mengkhianati semua ini karena serakah, karena kekuasaan! Katakan… bahwa kau membenci aku!"

Thoren mendongak. Darah mengalir dari sudut bibirnya.

> "Aku tidak pernah membencimu… Kaelen…"

> "Aku mencintaimu seperti saudaraku sendiri… itulah kenapa aku… memilih jalan ini…"

---

Dan Saat Itu… Pedang Tak Menebas

Kaelen gemetar. Tangannya terangkat, siap menyelesaikan segalanya… tapi Ferrithra tetap tergenggam di udara.

> "Kau seharusnya kubunuh…" bisiknya.

> "Maka… lakukanlah…" kata Thoren lemah.

> "Tapi jangan bohongi dirimu lagi. Kau tahu apa yang akan terjadi padamu… kalau terus mengejar kekuatan itu…"

Kaelen akhirnya menjatuhkan Ferrithra ke tanah. Ia jatuh berlutut di depan Thoren.

> "Sialan kau, Thoren… Sialan…"

---

Bab 14 berakhir.

Sebuah duel yang bukan hanya soal kekuatan, tapi soal dua hati yang saling mencintai dalam persaudaraan, tapi terjebak pada pilihan yang tak bisa berjalan beriringan.

Kaelen tidak membunuh Thoren. Tapi Thoren… sudah kalah dan terluka parah.

More Chapters